KPBU ; “Evolusi” Membangun Kota Lebih Cepat

Ruas jalan masuk menuju lokasi pembangunan terminal Tipe A di Kelurahan Songka Kecamatan Wara Selatan
Bekas empang yang telah ditimbun itu, kini ditumbuhi semak dan ilalang. Luasnya hampir seukuran lapangan sepak bola. Sebuah papan kecil berukuran setengah kali satu meter, mengungkap identitas lokasi ini. Yupppsss... Lahan ini milik Pemerintah Kota Palopo. Lokasinya di Songka, Wara Selatan. 
Akses masuk kendaraan, hanya sepelemparan batu dari Warung Bakso Fadhil. Kondisinya belum beraspal. Tapi sudah pengerasan. Panjangnya hampir dua kilometer. Lebarnya dua kali panjang sebuah bis bintang prima.
Pembebasan lahan ini oleh Pemerintah Kota Palopo dilaksanakan 2015. Tujuannya untuk pembangunan terminal angkutan umum Tipe A. Tahun 2016, milyaran dana digelontorkan membangun akses jalan masuk. Sumbernya dari APBN. Kini dua tahun berselang, fisik bangunan belum jua terwujud.
Membangun terminal berkelas A memang bukan perkara mudah. Simpul transportasi dan angkutan umum antar provinsi itu, masih butuh belasan atau bahkan puluhan milyar. Disisi lain keterbatasan anggaran, menyebabkan pembangunannya “jalan di tempat”.
Nasib serupa juga dialami Ruas Jalan Lingkar Timur. Di beberapa titik, pada ruas jalan yang akan tembus di Balandai ini, butuh  jembatan. Dan itu bukan perkara “uang receh”. Nilainya bisa belasan milyaran. Memang... alternatif pembiayaan infrastruktur daerah, bukan urusan mudah. Namun bukan pula sesuatu yang tidak mungkin. Mewujudkan sesuatu yang luar biasa, bagi saya juga harus ditempuh dengan cara yang “tidak biasa”. Meminjam istilah presiden kita “Jangan hanya berkutat pada rutinitas saja. Perlu banyak berpikir dan bekerja agar daerah lebih dan terus maju” katanya.
Saat ini dan ke depan, jika hanya berharap pada guyuran APBN, juga tidak pasti, meski bukan sesuatu yang tidak mungkin. Sementara APBD Kota Palopo juga  telah “diikat” sejumlah pengeluaran dan belanja wajib mengikat.  Kondisinya pun “ngos-ngosan” untuk tetap mampu menempatkan belanja publik lebih besar daripada belanja pegawai, seperti yang telah berhasil dilaksanakan, dua tahun terakhir. KPBU mungkin bisa menjadi sebuah solusi.
Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha atau KPBU sebenarnya bukan hal baru. Regulasi yang mengaturnya, jumlahnya belasan. Mulai dari Perpres 38 Tahun 2015, Perpres No. 75 Tahun 2014, Permenkeu No. 129 Tahun 2016, Permendagri No. 96 tahun 2016, Permenkeu No. 190 Tahun 2015, dan Permen PPN/ Bappenas No. 4 Tahun 2015, dsb. Setidaknya ada 10 regulasi pemerintah dalam melaksanakan KPBU. Semuanya untuk menyiapkan infrastruktur.
Memahami prinsip KPBU cukup sederhana. Meski prakteknya, kompleks karena multi stake holder. Dalam pola ini, Pemerintah meminta publik private partnership (badan usaha) membangun sebuah infrastruktur, kemudian “mencicilnya” dengan APBD. Angsuran dan jangka waktu, sesuai yang diperjanjikan, dan biasanya berdurasi panjang. Intinya, pembangunan seluruh infrastruktur strategis daerah, melalui KPBU dilakukan dalam “satu tarikan nafas”. Jangan sepotong-sepotong, karena itu tidak feasible. Masyarakat lebih cepat menikmati semua fasilitas yang menjadi kebutuhan.
Ada banyak manfaat KPBU. Pemanfaatan anggaran yang lebih maksimal, percepatan pembangunan, transfer risiko yang tepat, dan efisiensi secara ekonomi, adalah beberapa dari sekian manfaat KPBU. Pun demikian, ia memiliki keterbatasan. Tidak semua proyek bisa menggunakan pola KPBU, tak semua badan usaha mampu, fleksibilitas terbatas dan sulit melakukan perubahan ruang lingkup jika kontrak telah disepakati. Terakhir terkadang KPBU juga “sensitif” terhadap isu sosial dan politik. Ya. ..KPBU memang sedikit kompleks. Tapi bukankah untuk mewujudkan sesuatu yang luar biasa, juga tidak bisa dilakukan dengan cara yang biasa pula???
Beberapa negara maju yang sudah menerapkan KPBU adalah Korea Selatan, Singapura dan America. Disana sektor publik private partnership-nya telah berperan jauh dalam pembangunan infrastruktur. Mereka sukses memadu serasikan tiga kekuatan pembangunan ; pemerintah, masyarakat, dan dunia usaha (publik private partnership)!!!
Di tanah air, Kota Medan bisa jadi contoh. Pengembangan Rumah Sakit Plat Merah dan Fasilitas Angkutan Umum disana, sudah di-KPBU kan. Dalam waktu dekat, disusul Kota Bandung dengan Penerangan Jalannya. Di Palopo, selain terminal, jembatan jalan lingkar timur dan penambahan jangkauan pelayanan Penerangan Jalan Umum, pengembangan RSUD Sawerigading rasanya juga layak di KPBU kan. Terutama kebutuhan akan rumah singgah, ketersediaan ruang rawat inap dan tempat tidur dsb. Dituntut “analisa dan kecerdasan” memilah infrastruktur yang bisa di KPBU kan. Sebab cukup banyak potensi proyek yang bisa KPBU kan, “tidak layak” secara finansial, namun layak secara ekonomi, ataupun sebaliknya.
Beberapa faktor kunci sukses KPBU adalah komitmen pemerintah daerah menyelesaikan setiap tahapan dan proses pelaksanaan KPBU, dukungan segenap jajaran dan tingkatan pemerintahan, koordinasi dan komunikasi dengan para stake holder, kebijakan dan regulasi yang memadai dan mendukung serta kondisi dan potensi perekonomian dan keuangan daerah. Semuanya agar APBD tidak melulu “tersandera” oleh hal yang sifatnya rutin. Sebab disisi lain tuntutan publik sebagai sebuah masyarakat kota juga mengharuskan pemkot menyediakan infrastruktur kota yang mapan dan berdaya saing. Bagi saya, berikhtiar dan berpikir untuk menjadi bagian dari sebuah solusi, dan bukan menjadi bagian dari masalah, semoga selalu menjadi sepotong “nawaitu” untuk fastabiqul khoirat meski yang paling sederhana. (#BloggerTana Luwu)


Komentar

Postingan populer dari blog ini

“Pembangunan Pertanian, Dijepit Kebutuhan, Diuji Tantangan”

“Geliat Palopo yang Makin Cantik dan Aduhai...”

Anggaran Berbasis Kinerja Ataukah Kinerja Berbasis Anggaran?